Selama
puluhan tahun, sejak media hiburan menyoroti kehidupan para aktris dan aktor
dalam negeri, dunia keartisan yang berisi para selebriti diklaim sebagai dunia
yang penuh kejutan, menghebohkan dan menggemparkan. Selain
tentu saja karena sensasi yang mereka tebarkan, kehebohan dan kegemparan muncul
dari karya-karya mereka yang memang artistik, estetik dan mengundang decak
kagum para penggila mereka di seluruh penjuru tanah air.
Tariklah waktu sepanjang satu dekade ke belakang, dan kita akan menemukan begitu banyak bintang film maupun sinetron yang tampil sebagai pemain watak dengan kemampuan akting yang mumpuni. Maka yang muncul dalam pemberitaan media hiburan pun adalah sosok-sosok yang profesional, memancarkan kesan elegan dan berkelas. Sangat jarang, meski ada segelintir, yang meniti tangga popularitas dengan drama sensasi murahan demi terkenal dan bahkan memaksa memakai label selebriti atau artis.
Sekarang menjadi selebriti seolah begitu mudah. Kapasitas dikalahkan oleh popularitas. Sekolah-sekolah akting barangkali telah dibuat KO oleh mereka yang mampu bermain drama di jalanan.
Lihat saja Fajar Sad Boy, yang tumbuh dari komunitas nongkrong di jalanan, lalu dielukan bak seorang super star. Televisi ramai-ramai menjadikannya sebagai narasumber di berbagai acara, demi mendongkrak rating dan share.
Tanpa bermaksud merendahkan siapa pun, rasanya ironis dan miris melihat fakta sosial seperti ini. Mereka yang menekuni pendidikan formal demi terjun ke dunia hiburan, bisa kalah dengan para aktor dan aktris yang "dipungut" dari jalanan atas nama popularitas dan viral.
Tragisnya lagi, masyarakat seolah "dipaksa" mengidolakan mereka karena selalu nampang di layar kaca dengan segala konsep dan skenario yang dikondisikan agar para "aktor dan aktris" jalanan ini mendapatkan slot karena dianggap sebagai pendulang rating dan share.
Disadari atau tidak, fenomena aktor dan aktris miskin prestasi namun kaya sensasi ini, menjadi preseden buruk bagi dunia hiburan tanah air. Banyak figur yang meniru jalan pintas seperti ini, meski dengan cara berbeda. Mereka men-set up cerita sedemikian rupa agar menarik perhatian publik, sehingga menjadi viral dan jadilan mereka orang terkenal.
Di media sosial bahkan sempat beredar sebuah momen dimana ada seorang yang, karena saking ingin dianggap selebriti atau artis, rela membuat wawancara palsu seolah berhadapan dengan kamera media. Ini cara yang sangat memalukan, tapi begitulah realitas yang sering mewarnai dunia hiburan kita sekarang.
Selanjutnya apa yang terjadi?
Dunia hiburan kita tetap sunyi, karena banyak diinvasi oleh aktor dan aktris yang hanya terkenal semusim. Mereka menjamur, tapi hanya subur di musim penghujuan. Setelah musim kemarau datang, mereka hanya kerakap di atas batu, hidup segan mati pun enggan.
Sosok dan figur ternama pun kini seperti enggan masuk pemberitaan infotainment. Bukan karena mereka angkuh, arogan, atau lupa diri, tapi karena media itu seperti sudah dikuasai oleh "sosok jadi-jadian" dari dunia antah berantah.
Sepuluh tahun lalu para artis begitu bersahabat dengan para jurnalis media hiburan, karena menganggap para jurnalis itu sebagai corong penyampaian karya dan prestasi, mungkin sedikit sensasi. Tapi kini para artis yang benar-benar meniti karirnya dari bawah dan meraih prestasi dengan susah payah, barangkali merasa turun kelas jika masuk pemberitaan media hiburan karena wadah publikasi yang dulu begitu mereka hormati dan hargai, kini jadi media para artis-artisan muncul secara instan dari jalanan. (VB)